Sebagai
alasannya adalah “kulit sesayut”, kemudian diisi sebuah “tumpeng” yang
disisipi” “berambang”, jae dan terasi yang merah sertamentah. Mengenai
“tumpengnya” ini ada lontar yang menyebutkan berwarna hitam dan putih tetapi
ada pula yang menyebutkan putih.
Kemudian dilengkapi dengan lauk-pauk, ikannya “telur
bekasem (telur asin), “rujak” 1 takir, kacang 3 “tangkih”, jajan, buah-buahan
masing-masing jenis 5 biji/iris “sampian nagasari” “pescian/pengeresikan”,
penyeneng”, “canang genten/”burat wangi”/sari”, “Lis” (dari janur kelapa hijau)
“padma”dan sebuah “daksina” yang berisi benang satu “tukel”, wang 225 dan
lain-lain selengkapnya. (untuk demikian pula “duwegannya” adalah “kelungah”
kelapa hijau yang di “kasturi”).
Penggunaannya:
Upakara ini dapat dipergunakan kalau ada kerusakan
yang besar atau perbaikan yang agak besr, terjadi kelainan-kelainan di rumah
atau tempat suci, (terjadi ke “durmengala”an seperti “pura” terbakar,
dihanyutkan oleh air, dirubuhkan oleh angin, ditimpa pohon-pohonan, ada
“lulut”/ meenyertai upakara “Bhuta-yadnya” yang agak besar.
“Mantra
Tebasan Durmenggala”.
Pkulun Sang Kala Purwa,
sang Kala sakti, Sang Kala Brajamuka, sang Kala Ngulaleng, Sang Kala Suksma aja
sira pati panyinga aja sira pati paprotongi iti tadah sajinira, penek lawan
bawang, jae mwang terasi bang, iwak antig, jinah satak lima likur, lawe
satukel, manawi kurang tadahan nira, aywasira usil silih gawe, tukunen sira
ring pasar-agung, iki jinah satak lima likur, lawe satukel, wehenta, senak
raninnira mwang putunnira, ndah sira lungha amarah desa, aja maring kene, den
pada siddhir astu. OM. Kala bhyo bhokte hama svaha.
Suksme pencerahannya,,Rahayu 🙏🙏🙏
BalasHapus.
Rahayu
BalasHapus