Kamis, 30 April 2015

peradaban yang berlari

Bumi terbelah menjadi dua, Timur dan Barat. Entah mengapa ada paradigma seperti itu. Namun dari kacamata peradaban, belahan Timur adalah tempat dimana manusia sangat lekat dengan spiritualitas, sedangkan Barat identik dengan materialitas. Spiritualitas identik dengan penggunaan hati, dan materialitas identik dengan logika pikiran.

Itu dahulu.

Sekarang sudah berubah dengan sangat drastis.

Karena Bumi bulat, belahan Barat dan Timur tentu berinteraksi. Keduanya saling mempengaruhi. Barat mengandalkan keterbukaan pikiran dan logika, sehingga kemajuan yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan cenderung materialistis, dalam upaya pencarian nilai-nilai tertinggi peradaban. Kemajuan-kemajuan materialistis Barat berpengaruh kuat terhadap mereka yang hidup di belahan Timur. Sedikit demi sedikit peradaban Timur terkena pengaruh peradaban materialistis Barat. Seperti dua kubu yang sedang balapan, di dunia materialisme Barat berada di depan. Sementara Timur berlari mengejar Barat yang tampak maju secara fisik. Industri di Timur tumbuh, mulai dari Jepang, China, Korea dan India. Indonesia akhirnya berusaha mengubah masyarakatnya, dari masyarakat Maritim dan Pertanian ke masyarakat Industri.

Bagaikan mengejar fatamorgana, Barat perlahan merasakan bahwa yang selama ini mereka cari melalui materialisme ternyata tidak juga ketemu. Ada banyak persaingan dan banyak stres disana. Sebagian dari mereka pergi ke Timur untuk mencari tau barangkali masih ada sisa-sisa peradaban Timur yang berbasis Hati. Dan mereka menemukannya, lalu menggunakannya untuk menyeimbangkan peradaban yang sudah nyaris gila.
Di Timur keadaan kolektifnya makin kencang dalam berlari mengejar Barat. Kekacauan psikologis masyarakat Timur kian terasa, sebab mereka sudah cukup jauh meninggalkan basis peradabannya, yakni hati. Kekacauan psikologis yang dapat dilihat pada tampak-fisik spt perang dan kekacauan sosial itu bisa jadi disebabkan karena mereka kehilangan identitas dan tidak terlalu siap untuk membuka pikiran dan menggunakannya. Mengapa bisa begitu? Kuat dugaan bahwa kebiasaan menggunakan hati yang harus dipakai untuk melakukan adaptasi terhadap materialisme telah menyebabkan timbulnya sebuah peradaban yang wagu: maju tidak, mundur ke keadaan seperti dahulu juga tidak.

Barat tampak berjalan makin kokoh karena telah menemukan penyeimbang. Mereka, seperti dalam permainan go back through door (gobeg sodor) sudah mencapai tembok kejenuhan dan telah melewati titik balik berbekal sepasang sayap yang menyeimbangkan tubuhnya. Sementara di banyak bagian belahan Timur secara kultural berada dalam posisi serba tanggung. Kecuali secara kolektif mereka sadar untuk segera balik ke paradigma lama yang sesungguhnya sudah sangat manusiawi itu, belahan Timur bisa jadi hanya tinggal kenangan. Sebab belahan Bumi Barat sudah mengalami kiamat ketika mereka mentok tak menemukan yang mereka cari, dan mereka malah menemukannya di sisa-sisa peradaban Timur!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar