Bumi
terbelah menjadi dua, Timur dan Barat. Entah mengapa ada paradigma
seperti itu. Namun dari kacamata peradaban, belahan Timur adalah tempat
dimana manusia sangat lekat dengan spiritualitas, sedangkan Barat
identik dengan materialitas. Spiritualitas identik dengan penggunaan
hati, dan materialitas identik dengan logika pikiran.
Itu dahulu.
Sekarang sudah berubah dengan sangat drastis.
Karena Bumi bulat, belahan Barat dan Timur tentu berinteraksi.
Keduanya saling mempengaruhi. Barat mengandalkan keterbukaan pikiran
dan logika, sehingga kemajuan yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan
cenderung materialistis, dalam upaya pencarian nilai-nilai tertinggi
peradaban. Kemajuan-kemajuan materialistis Barat berpengaruh kuat
terhadap mereka yang hidup di belahan Timur. Sedikit demi sedikit
peradaban Timur terkena pengaruh peradaban materialistis Barat. Seperti
dua kubu yang sedang balapan, di dunia materialisme Barat berada di
depan. Sementara Timur berlari mengejar Barat yang tampak maju secara
fisik. Industri di Timur tumbuh, mulai dari Jepang, China, Korea dan
India. Indonesia akhirnya berusaha mengubah masyarakatnya, dari
masyarakat Maritim dan Pertanian ke masyarakat Industri.
Bagaikan mengejar fatamorgana, Barat perlahan merasakan bahwa yang
selama ini mereka cari melalui materialisme ternyata tidak juga ketemu.
Ada banyak persaingan dan banyak stres disana. Sebagian dari mereka
pergi ke Timur untuk mencari tau barangkali masih ada sisa-sisa
peradaban Timur yang berbasis Hati. Dan mereka menemukannya, lalu
menggunakannya untuk menyeimbangkan peradaban yang sudah nyaris gila.
Di Timur keadaan kolektifnya makin kencang dalam berlari mengejar
Barat. Kekacauan psikologis masyarakat Timur kian terasa, sebab mereka
sudah cukup jauh meninggalkan basis peradabannya, yakni hati. Kekacauan
psikologis yang dapat dilihat pada tampak-fisik spt perang dan kekacauan
sosial itu bisa jadi disebabkan karena mereka kehilangan identitas dan
tidak terlalu siap untuk membuka pikiran dan menggunakannya. Mengapa
bisa begitu? Kuat dugaan bahwa kebiasaan menggunakan hati yang harus
dipakai untuk melakukan adaptasi terhadap materialisme telah menyebabkan
timbulnya sebuah peradaban yang wagu: maju tidak, mundur ke keadaan
seperti dahulu juga tidak.
Barat tampak berjalan makin kokoh karena telah menemukan
penyeimbang. Mereka, seperti dalam permainan go back through door (gobeg
sodor) sudah mencapai tembok kejenuhan dan telah melewati titik balik
berbekal sepasang sayap yang menyeimbangkan tubuhnya. Sementara di
banyak bagian belahan Timur secara kultural berada dalam posisi serba
tanggung. Kecuali secara kolektif mereka sadar untuk segera balik ke
paradigma lama yang sesungguhnya sudah sangat manusiawi itu, belahan
Timur bisa jadi hanya tinggal kenangan. Sebab belahan Bumi Barat sudah
mengalami kiamat ketika mereka mentok tak menemukan yang mereka cari,
dan mereka malah menemukannya di sisa-sisa peradaban Timur!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar